Entah itu kebersamaan yang keberapa kali. Saking seringnya, tak lagi dapat kuhitung.
Aku
tidak ingat betul kapan kami mulai saling mengenal, tapi yang jelas dia
sudah punya posisi tersendiri di hatiku yang rasanya tak mungkin akan
tergantikan oleh orang lain. Siapa dia? Itu mungkin yang ingin kau
tanyakan bukan? Dia adalah 'suami orang'. Ya, aku rasa sebutan itu cocok
untuknya, karena faktanya dia memang sudah menikah dengan seorang
wanita, dan kau perlu tau bahwa wanita itu bukan diriku. Jadi, tidak
salah bukan jika kusebut ia sebagai 'suami orang'? Usia kami memang
terpaut cukup jauh, dia sudah 42 tahun sedangkan aku, baru 22 tahun.
Hari
itu, tepat 9 Dzulhijah, artinya sehari sebelum hari raya terbesar kedua
bagi umat Muslim, kami membuat janji untuk bertemu. Kami memang
dipisahkan ruang, dia berada di Kota Kembang, aku di Kota Nanas, dan
hari itu kami bersepakat untuk mengunjungi Kota Santri.