Kerja sekecil apapun jika dilakukan dengan sungguh-sungguh, percayalah, ia akan menghasilkan dampak yang sangat besar.

Kamis, 10 Mei 2012

My Hero, Miss You ^_^


“Sundari....... Bangun....! Sekolaaaaaah!”

Sebuah suara khas terasa sangat dekat di telingaku. Aku terlonjak kaget. Huh pasti dia lagi. A Rudi, kakak yang sangat kubenci. Kuucek-ucek mataku sambil sedikit mengomel,

“Iyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa”, jawabku kesal.

Aku bangun, menyambar handuk lalu setelah malas ngeloyor pergi ke kamar mandi. Ketika melewati ruang keluarga, sempat kulihat jam yang menggantung di dinding, kulihat jarum pendeknya menunjuk ke angka 6 dan jarum panjangnya ke angka 9. Sontak aku berteriak marah pada Aa-ku,

“Aaaaaaaaa...... Neng kesiangan, kenapa baru ngebangunin sekarang?”

“Yeee.....udah dibangunin dari tadi kali. Neng aja yang gak denger. Dasar tumor, ha..ha..ha!” kudengar Aaku berteriak juga dari ruang dalam.

Aku tak sempat lagi menanggapi ocehannya, yang kupikirkan sekarang adalah bagaimana caranya agar aku bisa mandi dengan cepat.

Akhirnya, selesai juga prosesi mandiku yang super duper cepat.

“Gosok gigi ‘gak?”, godanya sambil asyik makan jagung bakar dengan santai sambil duduk di ruang tengah.

Aku menjulurkan lidahku, sambil mengangkat kedua tangan, kurentangkan jarinya. Kedua jempolnya tempelkan di kedua pelipisku, lalu kugerak-gerakkan jariku yang lainya, sambil kujulur-julurkan lidahku seranya mengeluarkan bunyi, “Lweeeee...”. kulihat dia hendak melempariku dengan badul jagung yang baru saja dihabiskannya, tapi dia kalah cepat karena aku sudah melesat masuk ke dalam kamar. Sejanak aku heran, kenapa dia belum memakai seragam? Tapi aku tidak terlalu peduli. Aku bergegas memakai seragam putih-merahku, menyisir rambutku, mengikatnya dengan tali rambut kesukaanku, lalu kupakai pupur bayi yang dua hari lalu dibelikan oleh Ibu. Aku bersiap untuk menghadapi hari yang mendebarkan karena pasti akan telat masuk sekolah.

Setelah rapi, aku berlari keluar, lalu berteriak memanggil kakak yang amat kusayangi,

“A Yudiiiiiiiiiiiiii.....”

“Uuuuuy..”, balas sebuah suara berteriak dari belakang rumah. Dengan berlari aku menghampirinya yang sedang mengelap motor kesayangannya,

“Aa, anterin Neng ke sekolah ya, kesiangan nih...”, A Yudi bengong lalu tertawa keras.

Tanpa menunggu jawabannya aku berlari ke dapur menghampiri ibuku. Setiap pagi dan sore, pastilah aku akan mencari ibuku ke dapur. Waktu-waktu tersebut Ibu memang biasanya menguasai dapur. Sambil cemberut aku berkata pada ibuku,

“Bu, Neng kesiangan..Kok ‘gak bangunin sih, kan sekarang jam setengah 7 harus udah di sekolah soalnya tiap pagi harus nyapu dulu halaman sekolah”.

Ibuku juga tertawa tak kalah keras dari kakakku, lalu berkata,

Ucu, mau ke mana magrib-magrib gini?”

Sejenak aku bengong.

“Hah.....?”

Akhirnya perlahan-lahan aku mengingat semuanya dan menyadari sesuatu. Lalu A Rudi tiba-tiba sudah berada di dapur, dia tertawa lebih keras lagi sambil menirukan gerakanku tadi.

“Lweee...lweee.lweee..Makanya, jangan tidur sore-sore. Bisa majnun lho nanti.”

Aku menangis sekeras-kerasnya untuk menutupi rasa maluku pada A Rudi, kakak yang sangat kubenci.


Begitulah, kuhabiskan masa kecilku di tengah-tengah keluarga yang sangat ramai.

*****
Sundari, nama yang aku rasa sangat indah yang diberikan oleh kedua orang tuaku. Belakangan aku tahu bahwa aku adalah anak yang sangat disayangi. Sewaktu mengandung, orang tuaku amat berharap bahwa anak yang akan lahir adalah perempuan. Mungkin karena dari 8 anak yang telah lahir sebelumku, 7 di antaranya adalah laki-laki, hanya 1 anak perempuan, karenanya aku adalah anak yang diharapkan. Aku terlahir sebagai anak bungsu. Semasa kecil, aku selalu merasa terlindungi karena ada 6 kakak laki-laki yang selalu melindungiku. Aku merasa seperti tuan putri yang memiliki 6 bodyguard.. Ya, kupikir waktu itu Aa-ku hanya 6, karena yang 1 lagi, hm.... aku merasa dia bukan kakakku, kami selalu bertengkar, tentu saja pertengkaran kami baru akan selesai jika aku sudah menangis. Karenanya semasa itu aku sangat membencinya.

Itu adalah masa-masa SD kelas 1 sampai kelas 4. Setelah itu, satu per satu Aa-Aaku mulai menemukan tulang rusuknya yang hilang. Tetehku juga ia akhirnya menemukan pemilik sebagian tulang rusuk, lalu ia menggenapkannya. Sejak saat itu aku mulai sadar bahwa aku bukan lagi tuan putri. Aku merasa saat itu tuan putri dalam keadaan terancam karena para bodyguardnya satu per satu meninggalkannya. Malangnya nasib tuan putri karena itu artinya dia harus menghadapi tukang sihir itu sendirian. Ya, saat itu aku menyebutnya (orang yang amat kubenci) dengan sebutan tukang sihir. Dia adalah Aa yang jarak kelahirannya paling dekat denganku, kami hanya terpaut empat tahun saja. Tiada hari tanpa bertengkar. Sepertinya itulah yang terjadi pada kami.

Menginjak usia SMP, aku mulai berbaikan dengannya. Tepatnya aku yang mulai berbaik-baik padanya, apalagi di awal usia SMP, aku banyak bertanya ini itu padanya, terutama tentang sekolahan. Entah bagaimana prosesnya, sejak usia itu aku jadi akrab dengannya, begitu akrab bahkan sangat akrab. Saking akrabnya, bahkan ketika sampai di rumah, orang kedua yang kucari setelah ibuku adal dia; ya si tukang sihir itu. Dia telah menyihir hatiku untuk menyayanginya.

Memasuki usia SMA, aku berpisah dengannya karena aku harus kost untuk melanjutkan sekolahku. Tapi, setiap setiap akhir pekan jika aku tidak pulang ke rumah, dia akan mengunjungiku. Menemaniku untuk menghabiskan akhir pekan.

Ketika aku melanjutkan pendidikan ke universitas, kedekatan kami hanya bisa berlanjut di telepon dan SMS. Meskipun begitu, setiap aku pulang kerumah, kami pasti akan pergi ke suatu tempat untuk berjalan-jalan.

****
Kini, aku sedang merindukannya. Kulihat kalender, dan perlahan, kuraih hpku, kubuka layar pesan, lalu dengan cepat kuketikan,

“Assalamu’alaikum.. My hero, happy birthday. I Miss U. ”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar