Ada sebagian rekan yang
mengatakan bahwa masa yang paling menjenuhkan adalah masa di mana sedang
menyusun skripsi. Tapi bagiku lain. Bagiku, masa yang menjenuhkan adalah masa
di antara sidang dan wisuda.
Aku menjalani sidang pada bulan pertengahan
Mei, dan wisudaku dilaksanakan pada pertengahan Agustus di tahun yang sama.
Artinya, jarak keduanya adalah dua bulan. Dua bulan tanpa aktivitas yang jelas
cukup membuatku jenuh. Betapa tidak, aku yang sehari-hari biasa disibukkan
dengan berbagai hal, tiba-tiba menjadi miskin aktifitas. Hal ini begitu
membuatku jenuh.
Menyadari bahwa lama-lama berada
dalam waktu luang membuat tidak nyaman, aku memutuskan untuk mengajukan lamaran
mengajar. Ketepatan sekali, saat itu salah satu teman dekatku memberikan info
bahwa sebuah sekolah -sebut saja sekolah itu A- membuka lowongan mengajar yang cocok dengan background
pendidikan terakhirku. Maka tanpa kupikir panjang, dengan berbekal Ijazah Semenetara hari itu juga aku langsung mengirimkan lamaran ke sekolah
tersebut.
Pucuk dicinta ulampun tiba,
seperti itulah kira-kira. Lamaranku disambut baik oleh petugas kepegawaian di
sekolah tersebut. Aku dijanjikan mengajar bulan berikutnya, karena saat itu
memang sekolah masih libur. Tenang sudah pikranku saat itu. Tinggal menunggu.
Hari berganti hari, masih dalam
penantian. Seminggu sudah sejak aku memasukkan lamaranku ke sekolah A.
Tapi tak juga ada tanda-tanda seleksi. Setauku, pastilah ada mekanisme
penerimaan, entah itu tes tuis atau wawancara. Tapi aku masih tetap setia
menunggu. Pekan berikutnya masih juga tak ada kabar. Akhirnya kuputusakn untuk
berinisiatif menghubungi calon sekolah tempatku mengajar tersebut. Aku
mengirimkan pesan singkat kepada yang menerima lamaranku waktu itu. Kutunggu,
tapi tak kunjung membalas. Ah, mungkin sedang sibuk pikirku. Atau mungkin
pesannya tidak sampai karena masalah jaringan operator selulerku. Aku menunggu
lagi. Mulai jenuh juga, kukirim lagi pesan singkat. Tak ada juga. Ya Allah, ada
apa ini?
Esok harinya, aku menerima sebuah
pesan singkat dari nomor yang tidak kukenal. Isinya kurang lebih seperti ini,
“Assalamu’alaikum. Bu Imas, saya
Mr. X dari Sekolah A. Mohon maaf, untuk mekanisme penerimaan guru baru sekarang
ini langsung ditangani oleh pihak HRD pusat, begitupun dengan lamaran Ibu,
sudah saya masukan. Tapi mohon maaf, sepertinya Ibu belum berkesempatan
bergabung bersama kami.”
Deg! Ya Allah...
Tapi aku mencoba untuk menguasai
diri. Tentulah Allah sudah menyiapkan yang lebih baik untukku...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar