Kerja sekecil apapun jika dilakukan dengan sungguh-sungguh, percayalah, ia akan menghasilkan dampak yang sangat besar.

Kamis, 02 Februari 2012

Sepenggal Kisah Ahad Pagi


Pagi itu, sekitar pukul 05.00 telepon genggamku berbunyi melengkingkan nada pesan. Sebelum aku memutuskan untuk meraihnya, sempat bertanya-tanya, siapa yang sepagi itu sudah mengirim pesan? Apa kepentingannya? Membangunkan untuk qiyamulail? Jelas tidak mungkin, jam berapa ini?! Atau membangunkan untuk subuh? Ah kurang pagi pikirku. Akhirnya aku  meraih dan membuka pesan tersebut. Tentu yang pertama-tama kulihat adalah pengirimnya. Ternyata pengirimnya adalah mas’ulku di suatu wajhihah. Kubaca pesannya, benar-benar SMS karena cukup pendek untuk ukuran beliau, agak berbeda memang, biasanya jika beliau mengirim pesan, selalu panjang. Isi pesannya ternyata mengingatkan bahwa pagi itu kami ada jadwal syuro rutin. “Be on time ya.krn sya  ada MUMAS.qta cm mpe jam 7”. Aku yang memang pagi itu sudah mengazamkan agar hadir tepat waktu merasa semakin dikuatkan.

Aku berangkat dengan perasaan riang. Ketika sampai di tempat, ternyata akulah yang pertama kali datang. Kepagian pikirku. Akhirnya  kuputuskan untuk membaca al ma’tsurat sambil menunggu yang lain. Selang beberapa menit, mungkin sekitar 10 menit, datang satu lagi anggota syuro, kemudian menyususl anggota-anggota yang lain. Aku baru sadar bahwa jam memang baru menunjukkan jam 05.50 sekian menit. Oh benar-benar kepagian. Seperti biasa, sebelum dimulai  kami bercengkrama melepas rindu dan berbagi cerita. Waktu terus berjalan, semua anggota hampir lengkap, akan tetapi ada yang ganjil pikirku, mas’ulku sendiri yang meminta agar on time sampai saat itu belum hadir, padahal aku ingat betul jadwalnya jam 06.00. Ah tapi hanya sepintas kupikirkan, karena aku kembali asik dengan aktifitas ngobrol dan SMSan. Lama-kelamaan aku disadarkan kembali bahwa sampai saat itu sang mas’ul belum juga tampak. Mulai ada pikiran protes ‘kemana nih?’, ‘gimana sih’, dll.


Selang beberapa dari pikiran protesku itu, akhirnya objeknya datang. Seperti biasanya dengan wajah sumringah. Tapi eits, kok tidak ada permintaan maaf?

 “Kalau di jam ini telatnya baru 5 menit  di jam antum gimana? He he” katanya sambil menunjuk jam yang ada di ruangan.

“Saya aneh, kok tidak ada yang konfirmasi saya telat?” katanya sambil merapikan duduknya.
Aku menjawab, “Itu karena kami tidak ingin membebani Teteh, he he he” kataku dengan nada canda dan kerlingan khas dari mata.

Perihal telat ini tetap ganjil di benakku, bahkan sampai syuro dimulaipun. Ada sedikit kesal juga, kenapa lempeng sekali dengan kesalahan ini? Tidak ada tabayun perihal ketelatannya. Ah tapi sudahlah. Hal yang pasti adalah bahwa ini aneh,  tidak biasa, dan ini bukan untuk ditiru pikirku menyimpulkan dan menyudahi penghakiman atas beliau.

Syuro berjalan seperti biasa, penuh dengan semangat, hidup dan sistematis.  Sampai pada akhirnya ada suatu bahasan yang memporak-porandakan penghakimanku tadi pada beliau. Memporak-porandakan tapi di sisi lain membangun.

“Begini, kita harus sadar posisi. Di amanah ini, teman-teman adalah penguasa, maka ketika dakwah yang berjalan keadaannya porak-poranda, maka kitalah yang bertanggungjawab atas itu. Saya ngeri membayangkannya, bla.bla.bla...”

Kemudian sampai pada bagian sharing ada yang bertanya,

“Sebenarnya sejauh apa batasan kita dalam mengetahui kondisi jundi-jundi kita?”

Jawabannya, “Semua hal tapi ada koridornya. Tetap ada hal-hal yang antum, jangankan antum, saya juga tidak berhak menanyakannya kepada jundi, yaitu bla.bla.bla..”.

Giliranku bertanya, “Teh saya masih bingung dengan strategi untuk menanamkan pemahaman kepada jundi, saya biasanya melakukan pendekatan bla.bla.bla, tapi hasilnya, bla.bla.bla. baiknya gimana ya?”

 “Macam-macam ‘mas. Kita harus melihat dulu bla.bla.bla. Caranyapun bisa bermacam-macam. Misalnya ketika kita ingin menanamkan pemahaman tentang kedisiplinan, atau pemahaman dia terhadap sami’na wa atha’na sekaligus menguji kekritisan dia dan menumbuhkan kesadaran atau keikhlasan dia kita bisa lakukan treatment. Misal kita bilang saja rapat jam segini tapi kitanya coba telat, lihat reaksinya, apakah ngomel, konfirmasi atau bagaimana. Atau kalau dia terbiasa telat, kita bisa lakukan begini, misalnya kita janjikan ketemu jam 07.00, setelah beberapa menit dia tidak datang juga, maka tinggalkan saja. Kalau dia konfirmasi kenapa tidak ada kita di tempat itu, kita bilang saja bahwa kita pergi karena dia tak juga datang, bla.bla.bla..”

Ya Rabbi, ampuni hamba atas penghakiman-penghakiman di awal yang hamba lakukan kepada beliau meskipun penghakiman tersebut tak kasat mata. Ternyata ketelatan beliau itu adalah dalam rangka mengajarkan hamba.

Ada satu hal lagi yang kupikir luar biasa, dan aku yakin ini adalah hasil dari rencana yang sistematis yang matang. Aku mengajakmu untuk ikut mengkajinya juga. Andaikan beliau tidak menjelaskan treatment yang beliau lakukan pada kami, apakah aku akan bisa menggali hikmah? Apakah aku akan menyadari bahwa ketelatan beliau itu adalah sebuah pembelajaran? Aku pikir tidak! Ketika beliau tidak menjelaskan hal itu, mungkin sampai saat ini penghakiman atas beliau itu akan tetap bercokol dalam hati ini. Maka aku sangat mantap mengatakan bahwa ‘ketika kita melakukan treatment pada yang lain, siapapun itu maka sampaikanlah hikmahnya setelah kita selesai melakukannya’. Aku banyak menemui bahkan itu kutemukan pada diriku sendiri bahwa terkadang kita memberikan treatment kepada yang lain akan tetapi prosedurnya tidak lengkap sehingga hasilnyapun tidak seperti yang diharapkan, terkadang malah menghasilkan kekecewaan, kesalahpahaman, atau lebih parah lagi kita melakukan treatment tanpa sadar akan tujuannya alias refleks; tidak melalui proses pemikiran yang panjang; hanya bersandar pada perasaan pribadi; atau treatment yang dilakukan hanya untuk mencari kepuasan dengan melihat orang lain merasa bersalah, sehingga akhirnya timbulah yang namanya salah strategi. Na’udzubillah tsuma nau’dzubillah.

Semoga apapun yang kita lakukan menjadi sebab orang lain memahami kebenaran. Karenanya, hendaklah kita selalu sadar akan tujuan yang kita lakukan sehingga kita beraksi berdasarkan tujuan.

1 komentar:

  1. Intinya sih sering2 husnudzon sama orang lain. Hehe... Always think positive! ^_^

    BalasHapus