Tulisan kali ini saya awali dengan sebuah kisah nyata salah satu pengusaha ternama negeri ini, Renald Kasali. Kisah ini diambil dari penggalan perjalan hidupnya ketika tengah menyelesaikan program S-3nya di Negeri Pamansam, Amerika. Ketika menempuh jengjang S-3, ia memboyong anggota keluarganya turut ke Amerika bersamanya, termasuk anaknya yang masih berusia sekolah dasar. Alhasil, sementara waktu, pendidikan dasar anaknyapun dijalani di Amerika.
Ketika pertama kali masuk
sekolah, anaknya mendapat tugas membuat sebuah karangan, tentu saja
dalam bahasa setempat. Anaknyapun mengerjakan tugas tersebut semampunya.
Renald mencoba memeriksa hasil karangan anaknya, dan ia mendapatai
sebuah karangan yang tidak jelas maksudnya, baik dari segi struktur
bahasa, makna, dan sebagainya. Iapun mencoba mengarahkan anaknya agar
membuat karangan yang lebih baik, akan tetapi hasilnya hampir tetap
sama. Maka hal itu dibiarkannya, anaknya menyerahkan karangan tersebut
seadanya.
Setelah dikumpulkan, maka keluarlah nilai untuk
karangan setiap siswa. Tanpa diduga, ternyata hasil karangan anaknya
mendapatkam nilai ‘E’ (Excellent), Renaldpun merasa heran dan menanyakan
hal itu kepada guru anaknya. Ia menanyakan bagaimana bisa karangan
anaknya yang memang bisa disebut sangat jauh dari sempurna mendapatkan
nilai yang bagus. Sebelum menjawab pertanyaan Renald, sang guru terlebih
dahulu meyakinkan apakan Reinal berasal dari Indonesia atau bukan,
Renaldpun mengiyakan. Sang guru kemudian menjelaskan bahwa hal ini bukan
baru pertama kali terjadi, ada pula beberapa orang tua dari Indonesia
yang menyakan hal ini. Jawaban dari sang guru adalah bahwa ini adalah
sebuah bentuk penghargaan yang harus diberikan kepada setiap peserta
didik. Setiap guru harus mampu membesarkan hati para peserta didiknya
meskipun hasil belajarnya masih belum sempurna. Hal ini dimaksudkan
untuk melejitkan potensi dan gairah belajar peserta didik.
Kisah
di atas, seyogyanya menjadi inspirasi bagi para pendidik. Betapa yang
disebut apresiasi baik itu berupa pujian ataupun penghargaan lainnya
sangat penting diberikan kepada peserta didik meskipun hasil yang
dicapainya belum seideal yang diharapkan. Hal ini terbukti dapat
melejitkan gairah belajar siswa yang tentunya akan berujung pada
pemahaman siswa akan pelajaran yang ia pelajari dan pengaplikasian dalam
hidupnya.
Hal yang saya perhatikan selama ini, di
Indonesia khususnya, penilaian hasil belajar masih cenderung terpaku
pada aspek kognitif. Meskipun telah ada aspek lain yang dinilai, yaitu
apektif dan psikomotor, namun tetap, evaluasi yang bersifat kognitif
masih mendominasi. Oleh kaena itu, mari kita mulakan dari saat ini,
khususnya untuk para pendidik untuk mampu mencari celah dalam melejitkan
potensi siswa melalui jalur atau cara yang lebih disukai para siswa.
Mari menjadi pendidik yang dermawan dalam memberikan aprrsiasi kepada
siswa.
Wallahu’alam bishawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar